Pernah mikir gak sih? Udah belajar gitar lama, tapi kaya gitu-gitu aja! Terus nonton permainan gitaris lain di Youtube atau Instagram, lalu beropini wah mereka itu berbakat sekali ya, dan lain-lainnya.
Ujung-ujungnya (ekstremnya) merasa gak guna latihan yang dilakuin selama ini hingga berhenti main gitar. Apa sih yang sebenernya terjadi? Kita mulai dengan membandingkan dengan apa yang kita lihat. Padahal apa yang kita lihat belum tentu sebuah kebenaran.
Misal kamu sedang nonton postingan orang lain yang main gitarnya keren banget di Instagram ataupun di youtube. Pastinya yang tidak terlihat dalam video itu adalah berapa lama proses dia dalam menguasai permainan gitar tersebut dan berapa kali dia harus "take" video" tersebut.
Yah walaupun take video yang hanya berdurasi semenit itu belum tentu benar-benar semenit. Bisa jadi memang semenit tapi bisa juga dia baru puas pada hasil videonya setelah puluhan take.
Hal membandingkan tadi bisa jadi seperti penyakit yang tidak terlihat. Ini bisa berpengaruh pada proses kamu berkembang, atau proses kamu sedang memulai belajar gitar itu sendiri. Contoh lain, ketika saya mencontohkan murid saya cara memainkan teknik tertentu atau lagu tertentu ke murid saya, mereka bisa bilang "kok bisa bagus gitu?", saya selalu bilang "Jangan dibandingin ya, karena aku udah mainin ini lebih sering dan lebih lama dari kamu, tapi waktu aku pertama coba juga sama kaya kamu".
Itu salah satu cara saya juga agar siswa melihat seseorang bukan sebagai saingan, tapi sebagai motivasi bahwa nantinya akan bisa memainkan teknik atau lagu tersebut.
Bisa jadi karena efek psikologis melihat video-video tadi. Bukan berarti video tadi membawa hal negatif, karena banyak juga yang menjadikan motivasi. Asalkan tidak membandingkan dan membalikkan menjadi motivasi untuk terus bermain maka ini menjadi hal yang sangat baik.
Hal lain juga yang kadang membuat permainan gitar kita itu berasa mandeg dan malah turun adalah ketika merasa di titik aman. Maksudnya seperti apa?
Saya sering melihat beberapa mahasiswa seni musik yang main gitarnya bener-bener menakjubkan. Kagum banget melihatnya karena di Indonesia sendiri begitu banyak musisi yang bagus-bagus. Namun lucunya banyak juga kejadian ketika mereka sudah lulus kuliah dan mulai bekerja, ada sebagian dari mereka yang main secara reguler (sebagai guitar session ataupun didalam band), ada juga yang menjadi guru gitar.
Tidak ada yang salah dengan pekerjaan tersebut. Namun apa yang dilakukan pada pekerjaan tersebut apakah memiliki kesulitan yang sama bahkan lebih dari pada apa yang di dapat di kuliahnya dulu? Kenyataannya tidak selalu.
Ibarat seorang pelatih bola, yang mana dia sudah tidak latihan sekeras pada saat aktif ketika masih bermain bola maka secara tidak langsung kemampuannya menurun, walaupun tidak menghilang namun akan ada penurunan.
Itu juga yang terjadi dengan musisi. Dia akan jago memainkan sesuatu yang berulang, namun jika yang dimainkannya secara reguler adalah sesuatu yang kurang berbobot maka tidak langsung secara kemampuan juga akan menurun.
Begitu juga dengan seorang guru gitar, misal saja kebanyakan murid-murid yang dia ajari itu berusia muda, yang mana artinya repertoar-repertoar yang dimainkan lebih sering di level beginner. Akhirnya dia malah lupa untuk melatih dirinya kembali dengan lagu-lagu yang jauh lebih berat seperti pada saat kuliah dulu.
Contoh kasus, ketika seseorang kuliah musik, dia akan memainkan repertoar-repertoar yang secara standar akan sama dengan grade 6 (ABRSM) keatas. Seperti karya-karya bach ataupun sonata yang secara kesulitan memang membutuhkan dedikasi untuk menguasainya. Namun pada saat bekerja, dia memilih untuk bermain lagu-lagu top 40 di cafe-cafe, sehingga secara lagu bisa jadi jauh lebih mudah dibandingkan dengan memainkan lagu-lagu seperti back, mozart atau tarrega
Lalu di dunia kerja baik itu bermain reguler, umumnya jarang yang bermain di cafe jenis-jenis musik klasik seperti itu. Umunya yang dimainkan adalah lagu-lagu top 40, atau yang lagi pasaran dijaman ini. Bukannya lagu-lagu tersebut mudah, namun dari pemahaman komposisinya bisa jadi tidak serumit apa yang dipelajari pada saat di kampus.
Di sisi lain, waktu untuk latihan repertoar-repertoar seperti zaman kuliah sudah lebih banyak berkurang, dan lebih sering digantikan mengulik lagu-lagu lain, seperti lagu-lagu permintaan dari murid-muridnya atau untuk kebutuhan bermain reguler di cafe tadi, sehingga tidak mengherankan ketika secara skill bermusik berasa mandeg atau bahkan menurun.
Begitu juga dengan yang pekerjaannya mengajar gitar. Dengan padatnya jadwal mengajar bisa jadi dia lebih banyak untuk mengembangkan permainan muridnya dari pada mengembangkan permainan gitarnya sendiri.
Maka menurut saya penting bagi musisi untuk selalu menjaga permainannya, baik dari sudut player yang main secara reguler di cafe, hotel maupun seorang guru gitar. Walaupun kita tidak selalu bisa mempertahankan skill kita dulu.
Hal yang perlu dilakukan tentu saja adalah disiplin. Walaupun waktu latihan sudah berkurang tidak seperti dulu, namun latihan 1 jam perhari sudah cukup, dan yang paling baik adalah pagi hari. Latihan bisa kamu bagi, pemanasan dan teknik. Sisa waktu latihan bisa kamu pakai untuk mempelajari atau mengulang memainkan lagu yang di grade kamu.
Semoga Bermanfaat.
Harwindho S
Pengajar gitar klasik (ABRSM), akustik, elektrik (melodi improvisasi), offline dan online. klik di sini
Cek Belajar musik di jogja, di sini
Komentar
Posting Komentar