Sudah lama saya tidak memposting di blog saya ini dikarenakan kesibukan project lain. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang teknik gitar atau belajar gitar yang biasanya saya peruntukan untuk murid - murid gitar online saya.
Suatu pagi saya mendapatkan notifikasi FB, sebuah undangan untuk meng-like suatu band lokal. Seperti pemilik band lain yang membuat page band nya (seperti saya sendiri :-p) untuk mempromosikan bandnya mengundang teman-temannya support kepada bandnya sebagai wadah fans band.
Tidak ada masalah tentang hal itu tentu saja.. Yang menjadi perhatian saya ketika sebuah band memberikan embel-embel britpop.
Sebagai fans musik britpop saya jadi bersemangat. Saya dengarkan musiknya dan kecewa. Bukan karena musiknya jelek. Namun lebih kepada musiknya yang gak britpop.
Ini ibarat jika kita pesan nasi goreng kambing. Penjualnya bilang klo ini nasi goreng kambing special kami, dan kami terkenal karena nasi goreng ini. Bahkan nasi goreng kami pernah juara di sebuah kompetisi memasak. Namun setelah kita makan (karena yang makan penggemar sejati nasi goreng) mengatakan "ini nasi gorengnya kok rasa nya seafood. Nah lho!!!
Bahkan ada udang dan cuminya, kambingnya mana? Kata penjualnya, "kalo kita jualnya murni daging kambing yang beli dikit mas. Makanya saya banyakin deh tu udang dan cuminya. Soalnya itu yang LAKU."
Kebayang gak sih? Ini lah yang terjadi pada musik Indonesia. Kasus seperti ini tidak hanya sekali dua kali terjadi. Ketika orang awam yang gak tau nasi goreng atau gak tau musik hanya mengangguk-aguk tanda itu lah yang benar.
Ketika musik indie, dreampop, britpop diselewengkan sama saja seperti kasus diatas.
Sama kasusnya ketika sejarah di selewengkan. Atau kitab-kitab yang disalah artikan. Saya sebagai penikmat musik britpop dari tahun 90an yang memang istilah musik britpop ada ketika invasi band-band Inggris ke amerika seperti pelopornya Oasis dan Blur akan tau bedanya mana yang benar-benar musik britpop.
Walaupun saya sendiri masih agak "takut" menyebut band saya beraliran britpop. Saya memberikan kebebasan pada media lah yang menamai musik kami. Kasus lain adalah musisi besar Norah Jones yang juga tidak mengakui secara gamblang sebagai musisi jazz.
Sebagai musisi itu adalah bagian dari tanggung jawab untuk mengedukasi para penikmat musik. Salah satu nya ada belajar sejarah musik, mencari akar musik itu sendiri. Dan tak jauh berbeda orang media yang terjun ke dunia musik itu sendiri untuk belajar ke akarnya.
Tidak serta merta mentah-mentah menangkap info yang diberikan oleh musisi. Harus memiliki kesamaan info, dan juga sebaliknya. Karena kalau kita lihat dan pelajari Indonesia sendiri masih dibilang baru untuk musik-musik jenis seperti ini dibandingkan dengan eropa yang sudah jauh lebih tahu dan paham sejak jaman dahulu.
Sedangkan budaya kita sebenarnya musik-musik dengan alat tradisional seperti gamelan dan lain sebagainya.
Sebuah lelucon besar jika saya mendengarkan atau membaca atau menonton televisi yang memberikan info musik indie adalah musik yang belum masuk Major Label atau musik aliran dream pop karena liriknya berdasarkan mimpi atau musik britpop tapi musiknya sama aja dengan Noah atau Ungu.
Para sarjana musik tentu saja setuju bahwa musik mozart itu bukan musik metal. Dan untuk kalangan awam pun akan tahu hal itu.
Jadi mau sampai kapan kita dibodohi???
Komentar
Posting Komentar