Langsung ke konten utama

Kenapa Lagu "Sampah" Bisa Menjadi Viral dan Terkenal

Kata sampah mungkin sangat menghinakan. Tapi sebelumnya sebuah fakta bahwa apapun musik yang beredar (yang bisa didengar) pasti akan ada yang bilang bagus dan ada yang bilang jelek.

Musik adalah sesuatu yang subyektif. Artinya ada seseorang yang akan menilai satu lagu itu sangat bagus dan satu lagu lainnya berlawanan sekali, alias diaggap sampah. Sedangkan orang lain menilainya bisa sebaliknya, musik yang dianggap bagus bisa jadi dianggap lagu sampah, dan lagu yang dianggap lagu sampah tadi bisa juga dianggap lagu yang bagus sekali.

Bagi pendengar dangdut, ketika mendengar bebop jazz akan merasa aneh dan gak masuk telinga mereka. Begitu juga dengan orang yang suka dengan musik math rock lalu mendengarkan lagu pop melayu bisa jadi memiliki pendapat yang sinis "lagu kok cengeng banget".

Sama halnya dengan saya. Ketika saya masih bergelut di dunia scene indie, sering kali saya menilai musik hanya dari sudut pandang saya sebagai penggelut musik Indie (bukan musik independent). Sebagai penggiat musik Indie ini tidak jarang saya diundang Radio lokal (Jogja) sebagai narasumber untuk membahas musik yang sedang saya kerjakan atau tentang scene Indie itu sendiri.

Tentu saja pada saat itu saya harus memposisikan sebagai perwakilan dari musik Indie, yang secara tidak langsung beranggapan jenis musik Indie-lah yang terkeren. Di sudut pandang yang lain, musik Indie bukanlah musik mainstream yang sering didengar, boro-boro laku, musik Indie juga kerap dianggap aneh dan gak enak didengar.

Cerita lain ketika saya memperdengarkan ke Ayah saya sebuah album the Beatles, Sergeant Pepper Lonely Heart. Ayah saya tidak menyukai album tersebut, padahal Ayah saya tahu bahwa the Beatles adalah salah satu band terbesar. Album Sergeant Pepper Lonely Heart bahkan salah satu album paling berpengaruh di dunia musik. 

Beliau mengatakan ini album beatles yang tidak terkenal ya? Mungkin ayah saya bukan orang yang mempunyai kapasitas untuk mengkritik musik, walaupun beliau waktu mudanya pernah menjadi seorang penyiar radio amatir di Jogja. Namun opini seseorang itu tetap sah, walaupun tidak selalu bisa dijadikan patokan secara mutlak.

Sedangkan album beatles tadi menurut kritikus musik adalah salah satu pencapaian terbesar the Beatles, tidak hanya itu, metode recording (multi track) yang saat itu tidak lumrah, sekarang menjadi hal yang banyak dipakai. Ditambah lagi album tersebut terjual jutaan copy di seluruh dunia.

Dari kasus ini band sebesar the Beatles saja bisa dianggap tidak bagus lagu-lagunya bagi sebagian orang dan bagi sebagian lainnya sangat bagus.

Dengan media sosial saat ini, kadang kita (orang awam) agak susah membedakan musik yang berkualitas dengan musik yang "seadanya". Kadang lagu yang sedang populer (viral) saat ini memang hanya sering didengar bukan berarti lagu paling keren tapi bisa menjadi viral karena sering diperdengarkan.

Lagu bisa menjadi sebuah doktrin. Lagu yang kamu dengar berulang baik itu sadar ataupun tidak sadar akan menempel, tanpa menilai lagu itu bagus atau tidak. Ibarat jika kita selalu diingatkan sesuatu hal baik oleh orang tua kita selama bertahun-tahun maka hal itu akan selalu teringat, begitu juga dengan lagu, baik itu lagunya bagus atau buruk.

Jadi begitu banyak lagu yang berseliweran di media sosial saya dan kamu bisa jadi hanya lagu-lagu sampah yang bagi saya, tapi bisa jadi lagu yang dipuji-puji dan dinyanyikan oleh teman dekat saya. Dan hal ini bukan berarti saya mengolok-olok teman saya dan juga sebaliknya. 

Bagi saya itu semua hanyalah opini, namun yang saya pahami adalah jika sebuah lagu sudah mengikuti jaman dan hampir ditiap jaman itu orang akan tetap suka mendengarkan tersebut, baik dipuji oleh kritikus musik hingga ke orang awam, maka lagu tersebut tentu saja lagu yang bagus.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge...

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni...

Yang Mengakibatkan Kemampuan Bermusik Mandeg Bahkan Turun

Pernah mikir gak sih? Udah belajar gitar lama, tapi kaya gitu-gitu aja! Terus nonton permainan gitaris lain di Youtube atau Instagram, lalu beropini wah mereka itu berbakat sekali ya, dan lain-lainnya. Ujung-ujungnya (ekstremnya) merasa gak guna latihan yang dilakuin selama ini hingga berhenti main gitar. Apa sih yang sebenernya terjadi? Kita mulai dengan membandingkan dengan apa yang kita lihat. Padahal apa yang kita lihat belum tentu sebuah kebenaran. Misal kamu sedang nonton postingan orang lain yang main gitarnya keren banget di Instagram ataupun di youtube. Pastinya yang tidak terlihat dalam video itu adalah berapa lama proses dia dalam menguasai permainan gitar tersebut dan berapa kali dia harus "take" video" tersebut.  Yah walaupun take video yang hanya berdurasi semenit itu belum tentu benar-benar semenit. Bisa jadi memang semenit tapi bisa juga dia baru puas pada hasil videonya setelah puluhan take . Hal membandingkan tadi bisa jadi seperti penyakit yang tidak ...