Akhir-akhir ini cuaca sangat panas seperti berada dalam gurun pasir. Biasanya sepanas ini akan turun hujan. Namun sudah berhari-hari tidak hujan. Di udara yang sepertinya saya jadi merasa sangat gerah terkadang dongkol sendiri, walaupun sebenarnya itu tidak perlu. Seperti perasaan bahagia dan sedih, hal yang berlawanan namun bisa jadi sebuah pilihan.
Kadang kita juga tidak bisa menghindari perasaan dongkol, sedih, marah ini. Tapi tidak semua orang sedang marah-marah atau bersedih sekarang ini. Tentu saja kita akan memilih keceriaan. Kebahagian, itulah yang kita cari, bukan kesedihan. Namun apa daya, jika ada kebahagiaan pastinya akan ada kesedihan.
Maka jika ada mayor diciptakan lah minor. Mereka seperti perlambang atau juga perwakilan dari kebahagian dan kesedihan. Musik itu sendiri yang bisa merupakan gambaran batin dari sang komposernya. Melalui jalan kehidupan yang dilalui komposernya, dia tuangkan dalam bentuk sebuah lagu. Namun bisa juga musik itu terbentuk dari sebuah sudut pandang komposer dalam menilai suatu hal.
Saya teringat kembali acara-acara musik di televisi yang disiarkan biasaya dipagi hari. Banyak sekali band-band lokal yang membawakan lagu-lagu dengan tema cinta. Opini saya, musik mereka jadi terasa hambar, mungkin dikarenakan hampir semua band menyanyi dengan tema yang hampir sama. Hingga sebuah band Indie, efek rumah kaca menelorkan single “cinta melulu”, hal yang sangat relevan yang terjadi di Indonesia. “nada-nada yang minor, ....tema perselingkuhan”. Ini merupakan selentingan kepada band-band bahkan untuk sang produser. Apakah ini musik minor?
Banyak juga band indie yang membawakan tema cinta. Cinta itu dimiliki siapa pun, dan universal. Itu sah. Namun pilihan para musisi dalam membawakannya. Rasa bisa saja sama, namun kadang kesan itulah yang membawa pendengar kearah mana.
Dari segi ilmu musik itu sendiri kita kenal ada akord mayor dan minor. Saya teringat waktu sedang belajar gitar tepatnya belajar tangga nada mayor dan minor yang merupakan asal muasal sebagai terbentuknya akord itu sendiri. Dari akord itu sendiri sudah terbentuk sebuah kesan yang berbeda. Mayor mewakili perasaan senang, sedangkan minor mewakili perasaan sedih. Mungkin untuk kita yang baru mengenal musik hal ini kurang terasa.
Suatu sore, seperti biasa saya mengajar. Hari itu saya mengajarkan progresi akord kepada murid saya yangbelajar gitar grade 1, biasanya saya menciptakan etude sendiri. Hari itu saya memberikan progresi yang diawali dengan akord minor dan diikuti beberapa akord minor lainnya. Lalu murid saya bilang, “kok nadanya anehnya, kok jadi berasa sedih”. Seorang yang baru belajar gitar saja bisa merasakan “kesan” yang berbeda.
Inilah kesan, yang bisa menandakan arah dari lagu, itu lagu minor.
Dan kesempatan lain, saya mengajar murid saya yang lain. Materi saat itu adalah Tangga nada minor. Kita sebelumnya sudah melewati part tangga nada mayor tentunya. “kok aneh ya rasanya” sergah murid saya.
“kenapa?”
“Ada yang salah yaa?”
“tidak, terasa sedih ya?”
“iya”
Ini dia kesan yang dihasilkan.
Namun banyak juga lagu yang diawali dengan nuansa sedih dan pada bagian chorus lagu membuatnya kedalam progresi mayor sehingga terbentuk kesan senang kembali. Melody dilagu juga berpengaruh, begitu juga solo-solo gitar bisa membuat kesan kearah yang berbeda. Contoh sebuah lagu dengan progresi mayor dan diisi dengan lick-lick minor akan membawa kesan yang sedikit berbeda, kombinasi ritme juga sangat berpengaruh.
Kesan itulah yang membawa kita kearah senang atau sedih, mayor atau minor. “mas, mainkan yang mayor-mayor saja” celetuk teman saya. Waktu itu saya sedang memainkan gitar klasik saya. Yang dimaksudkan teman saya ini tentu saja tidak sekedar memainkan akord mayor saja. Yang dimaksudkan adalah mainkan lagu dengan *kesan* bahagia, bukan sebaliknya.
btul bget mas...mayor dan minor memang berbeda...tpi kenyataannya org lbih suka nada minor...nada mayor kurang laku...lagu sedih pasti bnyak di sukai org
BalasHapus