Langsung ke konten utama

Belajar Gitar Dengan Nahkoda

Sebelum saya menjelaskan bagaimana kamu sebaiknya belajar gitar dengan nahkoda saya akan menceritakan sebuah ilustrasi.

Ada 4 sahabat yang sedang reuni setelah 5 tahun tidak bertemu.  Sebut saja Budi,  Dimas, Andi dan Bambang. Mereka satu lulusan Universitas di Jogja. Setelah lulus dari Universitas mereka bekerja diluar kota Jogja kecuali Budi. Setelah 5 tahun akhirnya mereka kembali berkumpul di Jogja.

Pada hari itu mereka berencana makan siang di sebuah resto ikan bakar di jogja bagian utara,  tempat berkumpul mereka di selatan Jogja. Untuk menuju kesana mereka menyewa mobil, dan menunjuk Budi untuk mengemudikan mobil.  

Walaupun kesemua temannya bisa mengendarai mobil.
Dalam perjalanan,  satu-satu dari mereka,  Dimas, Andi dan Bambang saling mengeluarkan pendapat untuk memilih jalur menuju resto tadi. Hampir semua pendapat temannya Budi tampik. Hanya beberapa yang ia ikuti yang meninggalkan gerutu buat teman-temannya. Sesampainya di resto, Dimas, Andi dan Bambang tidak menyadari bahwa mereka sampai di tujuan lebih cepat 15 menit.

Ilustrasi di atas adalah penggambaran Budi sebagai Nahkoda. Budi berhasil sampai tujuan lebih cepat bukan karena dia bisa menyetir mobil,  bukan juga karena Budi paling "Jago" nyetir.  Teman-temannya memilih Budi karena Budi tau medan/traffic jalanan di Jogja. Selain itu Budi tinggal lebih lama di Jogja yang kesehariannya berkendara di Jogja. Hal ini memudahkan dia mencari cara paling cepat dan aman mencapai tujuan.

Sama halnya ketika saya belajar gitar,  baik itu permulaan,  menengah atau tingkat lanjut. Ketika saya memulai kursus gitar klasik saya sudah bisa bermain gitar. Ketika saya kembali kursus lebih tepatnya gitar elektrik saya sudah bisa bermain gitar elektrik bahkan sudah manggung hingga keluar kota dan juga merilis album. Ketika saya mengambil kursus cara improvisasi jazz,  saya juga sudah sebagai pengajar gitar dan mengajar improvisasi. Hebatnya semua guru tadi tetap mengajarkan saya kembali dari BASIC.

Point pentingnya adalah ketika saya ingin belajar satu ilmu yang tidak saya pahami, maka saya harus menurunkan ego saya dan menyerahkan sepenuhnya kepada guru (nahkoda) yang saya pilih tadi.

Dengan banyak alasan apapun si Nahkoda memiliki sudut pandang yang berbeda yang memberikan jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi.

Hal ini juga banyak terjadi pada murid-murid offline dan online saya. Di mana mereka "merasa" sudah bisa sebelum mengambil kursus. Namun akhirnya mereka menurunkan ego mereka dan mulai mengambil kursus dengan saya dan menemukan fakta bahwa ketika mereka sebelumnya "merasa bisa" ternyata mereka baru merasa bisa ketika menyelesaikan kursus dengan saya.

Belajar gitar tidak beda dengan ilustrasi yang saya jabarkan di atas tadi. Jika kamu ingin belajar gitar,  musik atau keilmuan lain maka turunkan ego kamu dan pilih nahkodamu.


Harwindho
Pengajar Gitar Offline dan Online

IG : @windhojong
Twitter : @windhojong

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni

Teori Penting Yang Harus Dikuasai Gitaris

Sebelumnya harus dibedakan antara teori dan teknik. Dari pengalaman saya, teori berjalan beriringan dengan prakteknya. Dimana teknik dan lagu adalah bagian dari praktek. Walaupun banyak gitaris yang tidak menguasai teori, tapi penguasaan teori ini penting untuk mengembangkan teknik. Banyak siswa-siswa saya yang belajar gitar dengan saya bisa dibilang sudah bisa bermain gitar, tidak hanya iringan bahkan juga bermain melodi. Tapi pada akhirnya mereka juga ingin tahu tentang teori. Ini di karenakan dengan teori musik, seorang musisi atau gitaris pada khususnya bisa membuka wawasan baru yang lebih luas. Untuk itu ada banyak teori yang bisa digunakan untuk mengembangkan permainan gitar, tapi saya akan jelaskan yang dasar saja. Yang pertama tentu adalah jarak nada (interval), contoh yang membedakan nada C dan D adalah jarak nada, hal ini juga berkenaan juga dengan kres/Sharp dan mol/flat. Selanjutnya adalah konstruksi tangga nada. Karena tangga nada itu banyak, biasanya dimulai d