Langsung ke konten utama

Ketika Kita Berhenti Menyimak Musik...

Di era 90-an. Pada jaman itu media untuk mendengarkan musik adalah radio, televisi dan membeli album dari musisi favorit kita, mendengarkannya menggunakan tape. Iya! tape pada saat itu lebih umum dari pada cd-player bahkan smartphone. 

Sangat berbeda dengan jaman sekarang yang lebih banyak mendengarkan musik melalui media streaming macam youtube atau spotify hanya dengan smartphone. Begitu mudahnya musik bisa didengar secara persenal dan seseorang cukup dengan biaya berlangganan yang bisa dibilang cukup murah untuk saat ini.

Di awal 2000-an sebenarnya orang sudah memprediksi hal itu, karena sudah banyak musisi yang pindah ke format CD dimana format ini dapat menghasilkan suara yang lebih bersih dibanding pita pada kaset. Namun penggunaan CD juga sangat memudahkan pembajakan besar-besar pada musisi tersebut.

Memindahkan lagu dari CD ke komputer sangat mudah, dan hampir tiap orang yang memiliki komputer bisa melakukannya. Dari hasil pindahan data tersebut jadilah file mp3 yang bisa dibilang pertama kalinnya musik bisa berpindah dari satu orang ke orang yang lain dengan sangat mudah.

Namun kali ini saya tidak membahas tentang bajak membajak. Kita akan fokus pada bagaimana orang-orang jaman dulu mendengarkan musik dibanding jaman sekarang yang serba digital ini. Dan bagaimana pengaruhnya untuk musisi dan budaya musik itu sendiri.

Sebelum lanjut, apa yang yang saya tulis disini hanya buah pikiran saya, tanpa ada landasan yang kuat. Jadi seandainya kamu kurang setuju kamu bisa memberikan opini kamu di kolom komentar.

Baik, tiap pagi ketika saya duduk di bangku SMP dan SMA, sebelum berangkat sekolah salah satu hal yang menjadi rutinitas adalah menyalakan radio untuk mendengarkan musik-musik yang lagi nge-hits di saat itu. Ketika saya sangat tertarik untuk mendengarkan lagu tertentu dari musisi tertentu saya akan membeli albumnya yang berupa kaset.

Alasan sederhana untuk membeli album tersebut adalah saya bisa mendengarkan kapan saja saya mau melalui media pemutar audio yang saya punya. Saya pribadi saat itu tidak mendengarkan musik hanya sambil lalu.

Maksudnya begini. Kita saya benar-benar menyukai album tersebut, saya benar-benar hanya menyimak dengan seksama, baik itu lirik dari lagu tersebut. suara gitarnya, atau suara instrumen lainnya. Ini merupakan salah satu hal yang sangat menyenangkan. 

Kebiasaan ini membuat saya pribadi menjadi lebih audiophile terutama ketika akhirnya saya sendiri masuk dalam proses rekording. Proses rekording menjadi tidak hanya memainkan lagu sesuai tempo. Namun pencarian sound untuk gitar yang saya mainkan.

Mencari sound terbaik untuk lagu tertentu dan lain sebagaiknya merupakan sebuah seni yang tersendiri. Hal ini yang menjadikan ketika saya mendengarkan album musisi lain saya semakin mendengarkan lebih detail seperti gitar apa yang digunakan, bagaimana dia bisa mendapatkan tone tersebut. 

Sedangkan saat ini saya pribadi lebih banyak hanya sekedar mendengarkan saja tanpa menyimak lebih detail. Sepertinya teknologi yang ada saat ini membuat saya pribadi lebih malas. Keinginan untuk membeli sebuah album baru juga hampir sirna, dengan mudahnya mendengarkan secara streaming dan membayar bulanan saja, saya bisa mendengarkan musisi-musisi favorit saya.

Yang terasa sangat berbeda adalah ketika saya membeli sebuah album, saya merasa memiliki lebih dibanding ketika saya mendengarkan dari media streaing. Apresiasi saya terhadap musisi tersebut (yang saya beli albumnya) juga terasa lebih besar. Ini bukan berarti saya tidak mengapresiasi musisi yang mendaftarkan albumnya di media streaming.

Hanya saja berbeda. Saya berasa ingin menyimak lebih pada album yang saya pilih dan saya beli dibanding dengan apa yang menjadi keseharian saat ini. Saya bisa memutar lagu apa aja layaknya sebuah radio dan melakukan kegiatan lainnya.

Tapi bisa jadi ini hanya perasaan saya saja, bagaimana dengan kamu? 




Saat kita bermain gitar tentu saja ada suara yang dihasilkan dengan instrumen tersebut. Yang sering terjadi adalah terutama untuk pemula yang baru belajar bermain gitar adalah mendengar apa yang sedang dimainkan. Tidak ada yang salah dengan ini walapun kita berharap semua orang yang belajar gitar harusnya tidak hanya sekedar mendengar tapi juga menyimak.


Sebelum kita membahas lebih lanjut bagaimana mendengar dan menyimak di dalam musik akan saya jelaskan satu titik penting dalam bermusik.


Ilmu musik adalah ilmu suara. Suara adalah sesuatu yang tidak bisa kita pegang namun bisa kita identifikasikan, atau bisa kita kenali. 


Ketika kita bayi secara alam bawah sadar kita akan menggunakan pendengaran kita untuk mengenali suara yang ada disekitar kita. Suara Ayah, ibu hingga benda-benda disekitar kita. HIngga pada saat dewasa kita bisa mengenali suara-suara benda tersebut.


Ketika suara yang baru tersebut kita dengar sebenarnya kita sedang menyimak. Artinya kita mencoba untuk mengenali suara tersebut. Terutama ketika suara tersebut berasal dari kejadian yang tidak biasa.


Balik ke topik kita di musik. Pada dasarnya musik adalah salah satu yang "tidak biasa" yang ada disekitar kita. Sampai pada kita mulai terbiasa dengan suara yang beritme tersebut dan menyebutnya dengan musik.


Mendengar suatu suara tidaklah sama dengan menyimak suara. Begitu juga dengan mendengarkan musik dan menyimak musik tentu hal ini berbeda.


Banyak dari kita punya hobby atau kegitatan santai dirumah sambil mendengarkan musik. Tapi buat kamu yang fokus belajar gitar tentu hal ini tidaklah cukup. 


Menyimak musik artinya adalah ketika musik tersebut dimainkan kita akan mendengarkan dengan seksama. Mendengarkan lebih detail apa yang ada di dalam musik tersebut tersebut. Apakah nadanya, iramanya, atau aransemennya, atau struktur lagunya hingga ke harmoninya.


Dan menyimak musik bukanlah sesuatu yang baru. Di Universitas bisa masuk ranah solfegio. Solfegio adalah kemampuan untuk mendengarkan (menyimak) musik, sehingga didapat data-data tadi di dalam kepala kita sehingga bisa "diterjemahkan"  dengan lebih sederhana.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Lick, Riff, Pattern?

Belajar musik sebenarnya mirip dengan bahasa Indonesia. Prinsip tentang pengenalan lick, riff dan pattern . Jika dalam bahasa Indonesia, Inggris atau bahasa apapun kita mengenal adanya huruf, begitu juga dengan musik, kita mengenal nada. Dari nada-nada yang tersusun ini bisa membentuk sesuatu yang dinamakan lick , riff dan pattern . Namun ketiganya berbeda. Dari identifikasi ketiganya dapat berfungsi dalam pengembangan permainan solo, melody, hingga pencipataan lagu. Pattern disebut juga dengan motif, jika didalam bahasa Indonesia/Inggris sebuah huruf yang terangkai bisa menjadi sebuah kata. Contoh kata "aku", sedangkan di musik, 2 atau 3 nada saja bisa menjadi sebuah motif atau pattern , semisal, do - mi - sol,  re - mi - do, atau mi - fa - sol - do. Ibarat kalimat pada bahasa Indonesia/Inggris, riff adalah kalimat di lagu, penggabungan dari 2 motif ( pattern ) atau lebih, biasanya riff terbentuk dari 1 hingga dua bar. Penciptaan riff ini sendiri biasanya penge

Membedakan Teknik Apoyando dan Tirando

2 teknik dasar pada permainan gitar klasik adalah apoyando dan tirando. Dua teknik ini menjadi acuan yang biasanya di latih pada berbagai scale. Namun ada beberapa hal yang saya cermati dari dua teknik ini. Pada sebuah piece kebanyakan para gitaris lebih banyak menggunakan teknik tirando dikarenakan notes yang di mainkan dalam satu ketukan lebih dari dua nada. Tapi sebelum lebih jauh, saya akan menggambarkan secara sederhana yang membedakan dua teknik ini. Apoyando disebut juga rest stroke . Artinya ketika jari tangan kanan memetik senar, misal dengan jari i (telunjuk) maka jari setelah memetik senar akan menempel pada senar di atasnya (beristirahat/ rest ). Contoh, ketika jari memetik senar 1, setelah memetik jari akan beristirahat di senar 2. Jika senar 2 dipetik maka setelah memetik, jari akan beristirahat di senar 3, begitu seterusnya. Teknik ini banyak di gunakan pada single note , atau berfungsi memberikan accent atau tekanan untuk melodi tertentu. Lain hal dengan tekni

Teori Penting Yang Harus Dikuasai Gitaris

Sebelumnya harus dibedakan antara teori dan teknik. Dari pengalaman saya, teori berjalan beriringan dengan prakteknya. Dimana teknik dan lagu adalah bagian dari praktek. Walaupun banyak gitaris yang tidak menguasai teori, tapi penguasaan teori ini penting untuk mengembangkan teknik. Banyak siswa-siswa saya yang belajar gitar dengan saya bisa dibilang sudah bisa bermain gitar, tidak hanya iringan bahkan juga bermain melodi. Tapi pada akhirnya mereka juga ingin tahu tentang teori. Ini di karenakan dengan teori musik, seorang musisi atau gitaris pada khususnya bisa membuka wawasan baru yang lebih luas. Untuk itu ada banyak teori yang bisa digunakan untuk mengembangkan permainan gitar, tapi saya akan jelaskan yang dasar saja. Yang pertama tentu adalah jarak nada (interval), contoh yang membedakan nada C dan D adalah jarak nada, hal ini juga berkenaan juga dengan kres/Sharp dan mol/flat. Selanjutnya adalah konstruksi tangga nada. Karena tangga nada itu banyak, biasanya dimulai d