Anda tau Rahmat Raharjo kan? Beliau salah satu virtuoso gitar klasik di Indonesia. Selain itu beliau juga seorang dosen di ISI (Institute Seni Indonesia). Bisa dibilang saya beruntung bisa bertemu dengan beliau, berbincang-bincang. Ini berawal ketika saya ingin mendengarkan hasil mixing lagu baru band saya dojihatori, saya lupa itu ditahun berapa, mungkin kira-kira sekitar tahun 2007.
Dojihatori merekam semua materinya di sebuah studio rekording kecil, atau lebih tepatnya home rekording, yang kebetulan juga operatornya suka dengan musik kami. Mas Nono pemilik studio tersebut, beliau juga seorang dosen di ISI, design interior.
Siang itu saya dan teman satu band janjian dengan mas Nono untuk mendengarkan hasil mixing. Sampai di studio mas nono ternyata sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Melipat ini itu, dan banyak cd case dimana-dimana, dilantai terbujur cover-cover untuk CD yang belum terpotong.
“Lagi ngerjain apa mas? Tak bantu mas”. Sambil mangambil cover yang sudah terpotong dan memasukkannya dalam CD case.
Oh, ini ada proyekannya rahmat raharjo, jawabnya
saya memandangi cover CD yang tergeletak di lantai, “siapa yang ngedesign covernya mas?” tanya saya, “saya sendiri, hehe” jawab mas Nono. Saya waktu itu belum begitu tau dengan si Rahmat Raharjo ini, yang saya tau beliau seorang seniman besar atau sejenisnya :-p.
“serasa ada 20 jari yang memaikan gitarnya”, mas cahyo bercerita. “kenal dimana mas?” tanya saya. “di kampus” jawabnya singkat. “owh dosen juga ya?”,
“iya”, jawabnya singkat.
Tak lama Rahmat raharjo datang, Dan berbicara sejenak dengan mas Nono, lalu mas nono memperkenalkan saya dan teman saya, lalu rahmat juga mulai sibuk memasukkan CD ke dalam CD casenya, dan menandatangi CD nya.
Windho: mau dijual kemana mas?
Rahmat: pas konser aja, biasanya kalo pas konser saya sambil jualan
Windho: lama gak take nya?
Rahmat: gak juga si, lumayan cepet, paling diulang takenya kalo ada bagian yang gak sreg aja.
Windho: Ada lagu sendirinya gak di album ini?
Rahmat: Gak ada
Windho: Tapi punya lagu sendiri?
Rahmat: ah gak juga
Windho: kenapa mas?
Rahmat: saya lebih ke performance, saya suka memainkan lagu-lagu, tapi tidak menciptakannya
Windho: CD nya dijual berapa mas?
Rahmat : cuma Rp......
(maaf saya lupa waktu itu saya membelinya dengan harga berapa, tapi kalau tidak salah sekitar Rp. 25000,-
windho: saya beli mas yaa
Rahmat: ok
saya menyelesaikan pekerjaan “membantu” saya, saya bangun. Saya mengambil gitar dimana Rahmat masih sibuk menandatangani CD-CD nya. Baru saja saya memainkan dua tiga lagu, Rahmat berseru “itu lagunya the beatles kan yaa?”. Saya masih gak paham, karena saya pikir dia tidak sedang berbicara dengan saya. Setelah sekiam detik baru saya paham, “owh yang mana? Yang barusan” jawab saya, sambil mengingat-ingat lagu yang mana. Rahmat beranjak dari duduknya dan mengambil gitar dan memainkan sedikit lick lagu,
“yang kaya gini tadi” seru dia.
“iya iya itu lagunya the beatles, judulnya Mean Mr Mustard dari album Abbey Road”
lalu rahmat memainkan lagunya yang sangat familiar ditelinga saya, “wow, itu lagunya theme nya Sponge bob”, Rahmat memainkannya dengan asik sekali, dan saya tentu saja diajarkan sedikit, lumayan dapat ilmu baru, haha.
Sepulang dari studio, saya sudah tidak sabar untuk memutar CD yang baru saja saya beli. Sampai rumah, saya nyalakan komputer saya, dan mendengarkan CD nya. Album yang luar biasa, benar-benar virtuoso gitar, dan yang membuat bangga adalah, dia orang Indonesia. Tapi ada yang aneh dengannya....
beberapa bulan lalu saya bertemu dengan guru gitar saya untuk konsultasi mengenai buku, teori, dan hal-hal yang berhubungan dengan mengajar, jadi bukan untuk les privat gitar seperti dulu, karena saya sudah tamat di sekolah musik tempat dia mengajar. Guru saya ini juga lulusan ISI dan sekarang menjadi Dosen di Universitas swasta. Sewaktu kuliah dia juga kenal dengan Rahmat, Rahmat adalah adik kelasnya di ISI.
Dia bercerita bahwa dia baru-baru ini bertemu dengan Rahmat Raharjo, dan saling tukar pikiran sebagai pengajar, selain mengajar, Rahmat juga sering mengikuti kompetisi, pembicara di gitar workshop (atau apapun lah namanya, saya agak terbelakang dengan istilah, haha), dan juga konser konser. Bisa dibilang dia adalah master, dan virtuoso gitar klasik. Namun ada yang aneh dengannya...
Waktu saya bilang aneh, bukan berarti dia tidak berhidung atau, bergaya aneh seperti komedian ditelevisi. Yang saya maksud aneh itu begini. Saya belajar gitar, berguru dengan seorang pengajar yang mengerti, atau siapapun orangnya. Saya mendapatkan ilmu, melengkapi ilmunya, berlatih dan berlatih, bersenang-senang dengan ilmu yang saya dapat karena saya dapat mengembangkan ketrampilan saya. Dan saya masih ingin berkembang. Hingga pada suatu titik saya diminta untuk menjadi music director sebuah film indie, dimana banyak unsur musikalnya. Saya membuatkan lagunya atau soundtrack, dan memggubah theme utama difilm tersebut.
Itulah yang terjadi, dari apa yang saya dapat saya dapat meramu, ada bagian jiwa saya yang ingin dituangkan. Mungkin seseorang bisa menuangkannya dengan bercerita, berkomentar, menulisnya, atau bahkan dibawanya dalam olah raga. Dan saya pribadi saya tuangkan dalam sebuah lagu berdasar inspirasi.
Guru saya dalam salah satu kelasnya juga mengajarkan bagaimana menciptakan lagu, terutama untuk kelas-kelas advance nya, karena dia tau ilmunya. Begitu juga dengan saya, saya memberi bekal dasar kemurid murid saya untuk berimprovisasi, menghasilkan sesuatu dari apa yang mereka pelajari dari saya, entah itu sebuah lick-lick gitar yang sederhana, bahkan hingga yang rumit. Dan saya berharap mereka mampu menciptakan lagu. Dan mereka ahirnya mampu.
Itu salah satu yang ingin saya capai, mereka mempunyai jiwa dan perasaan nya masing-masing dan mereka berhak akan musik-musik yang mewakili jiwa dan perasaan mereka, yaitu musik mereka sendiri.
Anda paham maksud saya kan, sah-sah saja anda memainkan ini dan itu, tapi jangan membatasi diri anda, seperti dik doank pernah berkata “Musik itu Menembus Batas”. Saya setuju. Bagaimana dengan Anda.
Jadi yang mas maksud dengan aneh adalah karena mas rahmat tidak tertarik mengembangkan bakat dan kemampuan besarnya gitu?
BalasHapusbukan, saya sangat menghormati beliau, beliau adalah salah satu gitar masternya Indonesia. Yang saya cermati adalah di dunia musik "mainstream", atau pop, musisi dengan kapasitas musikalitas yang biasa-biasa sudah banyak menghasilkan karya, ada baiknya musisi "classical" tidak kalah dengan mereka dalam penciptaan karya.
BalasHapusSewaktu Francisco Tarrega berguru dengan Julian Arcas, Tarrega menghasilkan karya-karyanya sendiri. Yang saya lihat aneh adalah Rahmat mampu kearah itu menjadi seorang komposer hebat seperti Tarrega.
Namun kondisi yang harus dipahami adalah Indonesianya sendiri... kenapa Ananda Sukarlan bisa "besar" di Spanyol...tidak di Indonesia
kebetulan saya mantan muridnya mas rahmat, beberapa tahun saya belajar gitar klasik dari mas rahmat, kalo tidak salah saya juga pernah nanya2 soal itu, tapi sambil lalu aja; emang mas rahmat tidak memilih untuk menjadi pencipta lagu. secara akademis itu pilihan yang wajar2 saja di dunia musik. sama normalnya ketika sarjana hukum milih jadi pengacara (dan bukan jaksa atau hakim), atau sarjana akuntansi milih menjadi auditor (dan bukan konsultan pajak), atau seorang dokter milih jadi dokter anak (dan bukan dokter bedah atau dokter anastesi).
BalasHapusItu cuma masalah pilihan hidup.
Faktor lain mungkin karena mas rahmat itu ada di dunia akademis; dia adalah dosen. beda dengan dunia pop, punya vokal pas2an aja berani jadi penyanyi. di dunia akademik ada tuntutan kualitas. di dunia pop, menciptakan lagu itu gampang, liat aja lagunya mbah surip atau olga syahputra :p
Akademisi itu kalo nulis pake mikir, kalo non akademisi bisa nulis tapi gak kuat mikir hasilnya cuma nulis biografi atau otobiografi (liat tuh bukunya chairul tanjung si anak singkong :p), akademisi pun kalo nulis ga pake mikir ya dipertanyakan juga hasil karyanya (liat bukunya george aditjondro Gurita Cikeas).
Kualitas harus diutamakan, bukan sensasi, materi atau popularitas. bukan hanya mas rahmat, banyak gitaris klasik kelas dunia juga lebih terkenal sebagai performer, bukan pencipta lagu. susah tuh nulis lagu, jangankan nulis lagu, bisa mengaransemen lagu aja sudah suatu hal yang istimewa. Lihat aransemen2 Jubing, dia itu gitaris yang bisa aransemen, tapi coba bandingkan aransemen dia dengan Iwan Tanzil (misalnya lagu Bubuy Bulan). Beda kualitas kan? :D tapi karena Jubing bukan akademisi dan dia emang niat di pop culture, ya gak ada yang mempertanyakan...